Senin, 30 April 2012

Rahasia mulai terkuak

Sebuah teka- teki besar tentangnya..
Tentang hidupku..
Yang kupikir hanya aku yang tau..

Tapi sekarang tidak..
Ada orang lain yang tau itu..

Aku pikir orang itu takkan tau..
Aku pikir dia tak kan mampu menerkanya..
Tapi aku salah..

Dia bisa..
Teka teki telah terpecahkan..
Dia tau semuanya..

Aku berharap takkan ada lagi orang yang tahu tentang ini,
selain dirinya..
Aku hanya berharap agar aku bisa percaya padanya..
Agar aku mampu menceritakan semua isi hatiku,
Semua rasa yang selama ini kupendam..

Aku berharap dia sahabat yang bisa mendengar keluh kesahku..
Aku berharap dialah sahabat sejatiku..

Surat Cinta Untuk Hatiku dan Hatimu

Surat ini ku tulis untuk hatiku dan hati sahabat-sahabat tercintaku,,,
yang kerap kali terisi oleh cinta selain dariNya,
yang mudah sekali terlena oleh indahnya kilauan dunia,
yang terkadang melakukan sesuatu bukan keranaNya,
lalu di ruang hatinya yang kelam merasa angkuh jika dilihat dan dipuji orang,
entah di mana keikhlasannya.
Maka saat merasakan kekecewaan dan kelelahan,
kerana perkara yang dilakukan tidak sepenuhnya berlandaskan keikhlasan,
padahal Allah tidak pernah menanyakan soal hasil,
Dia akan melihat kesungguhan dan keikhlasan dalam berprosesnya.

Surat ini kutujukan juga untuk jiwaku serta jiwa sahabat-sahabat tercintaku,,
yang mulai lelah menempuhi jalanNya,
ketika seringkali mengeluh, merasa dibebani bahkan terpaksa,
untuk menjalankan tugas yang sangat mulia.
Padahal tiada rasa sakit,rasa lelah serta rasa kesukaran yang dirasakan oleh seseorang,
melainkan Allah akan memberikan pahala dan mengampuni dosa-dosanya.

Surat ini kutujukan untuk ruh-ku dan ruh sahabat-sahabat tercintaku,,,
yang mulai terkikis oleh dunia yang terkadang menipu,
serta membiarkan fitrahnya tertutup oleh maksiat yang dinikmati,
lalu di manakah kejujuran diletakkan?
Dan kini terabailah sudah nurani yang bersih,
saat ibadah hanyalah sebagai rutin saja,
saat jasmani dan fikiran disibukkan oleh dunia,
saat wajah menampakkan kebahagiaan yang penuh kepalsuan.
Coba lihat disana,,! Hatimu menangis dan meranakah,,?

Surat ini kutujukan untuk diriku dan diri sahabat-sahabat tercintaku,,,
yang sombong, yang terkadang bangga pada dirinya sendiri.
Sungguh tiada satupun yang membuat kita lebih di hadapanNya selain ketakwaan.
Padahal kita menyadari bahawa tiap-tiap jiwa akan merasakan mati,
namun kita masih bergulat terus dengan kefanaan.

Surat ini kutujukan untuk hatiku dan hati sahabat-sahabat tercintaku,,,
yang mulai mati rasa, saat tiada getar ketika asma Allah disebut,
saat tiada sesal ketika kebaikan berlalu begitu saja,
saat tiada rasa takut padaNya ketika maksiat dilakukan,
dan ketika tidak merasa berdosa ketika menzalimi diri sendiri dan orang lain.

Akhirnya surat ini kutujukan untuk jiwa yang masih memiliki cahaya,,,
meskipun sedikit, jangan biarkan cahaya itu padam.
Maka terus kumpulkan cahaya itu hingga ia dapat menerangi wajah-wajah di sekeliling,
memberikan keindahan Islam yang sesungguhnya
hanya dengan kekuatan dariNya


Wallohu A'lam,,

"Ya..Allah yang maha membolak-balikkan
hati, tetapkan hati ini pada agamaMU,

Kamis, 26 April 2012

Untuk Jiwa Yang Kecewa


Mungkin dirimu ditinggalkan,Mungkin dirimu menyendiri,
Mungkin dirimu di kelilingi,Mungkin kau hanya mencari,
Masih belum kau temui,Kerana kau tidak tau,
Apa yang sebenarnya hilang.
...
Mungkin kau bersedih,Mungkin kau bergembira,
Mungkin kau biasa-biasa saja,Namun, kosong itu masih ada.

Pernahkah,,
Pada kau menyendiri,Tanpa siapa2 di sisi,
Kau merasa sedih, mungkin juga benci,
Benci semua makhluk di sekeliling,Karana mereka meninggalkanmu.

Pernahkah kau bersedih karana diri tidak dipedulikan,
Kerana diri tidak sehebat manusia lain,
Lalu di situ kau terduduk,
Menangis walau itu hanya dalam hati.

Tiba-tiba terdengar satu suara halus,
Yang membujuk hati agar jangan bersedih,
Yang memberitaumu bahawa kau tidak sendirian,
Yang meyakinkanmu bahawa awan hitam akan berarak pergi,
Matahari pula akan bersinar kembali.


Terdengar juga samar suara,
Yang menyuruhmu untuk tidak mempedulikan itu semua,
Segalanya mustahil, mana mungkin ada peneman setia,
Yang sanggup mendengar segala keluh-kesahmu,
Yang sanggup memaafkan walau menggunung tinggi dosamu,
Yang sanggup menerima usahamu walaupun tidak sehebat insan lain,
Yang tidak pernah sekalipun menolak untuk berada di sisimu.

Namun, suara halus tadi itu kian sayup-sayup kedengaran,
Kemudian hilang ditenggelamkan suara samar yang menambahkan kebencian di hati,
Tanpa sadar dirimu dikendalikan amarah,
Mencari kehilapan, mencari kesalahan.


Mungkin pernah,
Dirimu merasakan tak ada gunanya menjadi baik,
Kerana akhirnya kau hanya dikhianati, dibenci dan dicaci maki,
Lalu kau mengalah dan ingin berubah menjadi jahat,
Lalu kau biarkan kerana mau mengelak dari terluka.



Ketahuilah,,
suara halus itu adalah kasih sayang dari Allah,
Yang seringkali insan abaikan,Yang seringkali dipungkiri,
Yang seringkali bergema dalam jiwa,
Namun jarang sekali dibiarkan terus bergema,
Untuk terus membasahi hati yang dahaga cinta-Nya.


Kau tahu apa yang telah hilang?
Itulah dia, kau hilang cintamu kepada Tuhan,
Jadi, buat kau yang bernama diri,
Duduk, diam dan fikir,
Dengarlah suara halus itu,
Carilah kembali apa yang kau hilang,
Kerana hanya dengan itu,
Hatimu akan kembali terisi,

“Bersyukurlah andai memiliki hati yang sering dilukai, karana olehnya kita belajar menjadi orang yang lebih mengerti, memahami dan menghargai.”

Rabu, 25 April 2012

About you 1

Hari itu..  Setelah sekian lama..
Akhirnyaa..
Oh tuhan, ntah apa yang kurasakan..
Tapi rasa itu ada.. Hari ini.. Saat kami berkumpul kembali..
Aku tepat di sampingnya.. Tepat duduk di sampingnya..
Dulu ini biasa bagiku, tak ada yang kurasakan, selain rasa senang berada di antara sahabat- sahabatku..
Termasuk dirimu,, Aku benar- benar menganggapmu teman baik, sahabatku..

Tapi kali ini, aku berbohong tentang Rasa itu,, aku berpura- pura tenang, tapi aku sama sekali tak tenang.. L
Aku berpura-pura tenang, tapi hati ini kacau balau..
Aku berpura- pura biasa, tapi ada yang lain yang kurasakan..
Kenapa rasa ini harus ada ? Ya tuhan, aku mohon,  hilangkan rasa ini..
Oh tuhan
Mungkin takkan pernah ada yang tau..
Aku tahu, aku takkan berani meluapkan semua isi hatiku,,
Bahkan hanya untuk sekedar berbagi dengan teman pun aku tak bisa..
Aku terlalu takut,
Biarlah ini menjadi rahasia hatiku, biarlah rasa ini ada pada hati ini..
Tanpa seorang pun yang tahuu :’(

Dengarkan aku, sahabat..

Buat kamu yang disanaa, dengerin aku yaaa, 
Terkadang aku merasa beruntung punya kamu dan aku takut kehilanganmu, mungkin saja kamu menganggap ini terlalu berlebihan untukmu..
Tapii,, Satu hal yang perlu kamu tau, tuhan itu terlalu bijak ya.. Dia mampu menciptakan sahabat tanpa harga, sebab jika ia menciptakan sahabat dengan harga, aku pasti tak akan sanggup untuk membeli sahabat sepertimu.. 

Aku sayang kamu sahabat.. Tetaplah menjadi sahabatku selamanya :')
#MFF :*

Jika aku jatuh cinta


Ya Allah, jika aku jatuh cinta,
cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-MU,
agar bertambah kekuatanku untuk mencintai-MU
Ya Allah, jika aku jatuh cinta, jagalah agar cintaku padanya
agar tidak melebihi cintaku pada-MUMore…Ya Allah, jika aku jatuh hati,
izinkanlah aku menyentuh hati seseorang yang hatinya terpaut pada-MU,
agar tidak terjatuh aku ke dalam jurang cinta semu
Ya Allah, jika aku jatuh hati, jagalah hatiku padanya
agar tidak berpaling dari hati-MU
Ya Rabbul Izzati,
jika aku rindu, rindukanlah aku pada seseorang yang merindu syahid di jalan-MU
Ya Allah,jika aku rindu, jagalah rinduku padanya
agar aku tidak lalai merindukan syurga-MU
Ya Allah,
jika aku menikmati cinta kekasih-MU
janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya
bermunajat kepada-MU di sepertiga malam terakhir
Ya Allah,
jika aku jatuh hati pada kekasih-MU,
jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang
menyeru manusia kepada-MU
Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah
terhimpun dalam cinta pada-MU
telah berjumpa untuk taat pada-MU, telah bersatu dalam dakwah pada-MU,
telah terpadu dalam membela syariat-MU.
Ya Allah, kokohkanlah ikatannya, kekalkanlah cintanya,
tunjukilah jalan-jalannya,
penuhilah hati-hati ini dengan cahaya-MU yang tiada pernah pudar
Lapangkanlah dada kami dengan limpahan keimanan kepada-MU
dan keindahan bertwakal di jalan-MU…

Selasa, 17 April 2012

Kisah Ali bin Abi Thalib & Fathimah Az-Zahra


Kisah ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah
chapter aslinya berjudul “Mencintai sejantan ‘Ali”


Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.


Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!


‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.


”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.


Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.


Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.


Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.


’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.


”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”


Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.


Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.


Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.


’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”


Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.


’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.


Cinta tak pernah meminta untuk menanti.

Ia mengambil kesempatan.

Itulah keberanian.

Atau mempersilakan.

Yang ini pengorbanan.


Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.


Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.


Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?


”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ”


”Aku?”, tanyanya tak yakin.


”Ya. Engkau wahai saudaraku!”


”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”


”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”


’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.


”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.


Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.


”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”


”Entahlah..”


”Apa maksudmu?”


”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”


”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,


”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”


Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.


Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.


’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.


Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ”


‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”


Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”


Kemudian Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”


Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:


“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.” (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4).